
Jejak Kenangan dengan Pak Mal An
Mujiburrahman
(Rektor UIN Antasari Banjarmasin)
Pada 10 Juni 2025 lalu, saya menerima pesan WhatsApp dari Amalia Hasanah, M.Pd, Ed.D, Dosen UIN Raden Fatah Palembang. Dia meminta saya menulis kenang-kenangan tentang ayahnya, Mal An Abdullah, akrab dipanggil ‘Pak Mal An’. Saya terkejut, karena ternyata beliau telah meninggal dunia pada Kamis, 29 Mei 2025 silam. Meskipun saya pernah berjumpa dan berbincang dengannya hanya beberapa kali, saya sangat terkesan dengan kepribadiannya dan karya-karyanya. Sebagian kesan tersebut sudah saya tulis sebagai Kata Pengantar di buku almarhum berjudul Jejak Islamisasi di Negeri Palembang, terbit pada 2021 lalu. Sebagian dari pengantar itu kembali saya salin di sini, dan sebagian lagi saya tambahkan dengan beberapa catatan baru.
*****
Saya pertama kali mengenal dan bertemu Pak Mal An dalam kegiatan Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-13, yang dilaksanakan di Mataram pada 18-21 November 2013. Kebetulan saya ikut serta menjadi anggota Panitia Pengarah (Steering Committee) yang dipimpin oleh dua tokoh senior Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), yaitu (alm.) Prof. Dr. Azyumardi Azra dan Prof. Dr. M. Amin Abdullah. Tugas saya sebagai anggota muda hanyalah pelengkap, yang dalam istilah guyonnya mungkin sebagai ‘tukang ketik’ yang merumuskan hasil rapat Panitia Pengarah. Ketika itu, ada dua hal penting yang perlu diputuskan: pertama mengenai ringkasan hasil konferensi secara keseluruhan dan rekomendasi; dan kedua, menentukan makalah-makalah terbaik. Ternyata, makalah Pak Mal An berjudul “Abdus-Samad al-Palimbani: Data Baru Biografi dan Warisan Keilmuan” terpilih menjadi salah satu makalah terbaik.
Saya sempat bertanya kepada Prof. Sirozi, Rektor UIN Raden Fatah Palembang periode 2016-2020, yang ketika itu juga menjadi anggota Panitia Pengarah AICIS, tentang Pak Mal An. Dari Pak Sirozi saya mengetahui bahwa Pak Mal An adalah dosen senior di UIN Raden Fatah, yang juga pernah menjabat Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumatera Selatan. Ketika itu saya sungguh terkesan mendengar latar belakang Pak Mal An ini, yang bukan hanya dosen tetapi juga birokrat mantan pejabat. Jarang sekali ada seorang mantan Kakanwil yang menghasilkan penelitian serius pada usianya yang sudah cukup tua. Tak mungkin kiranya hal ini dapat dilakukannya jika bukan karena gairah ilmiah yang menggebu dan cinta ilmu yang membara.
Dalam perbincangan singkat di Mataram itu, Pak Mal An mengenalkan dirinya kepada saya sebagai teman dari Prof. Dr. Alfani Daud, akrab dipanggil ‘Pak Alfani’, mantan Rektor IAIN Antasari (1992-1996). Mereka bertemu dalam Program Latihan Penelitian Agama (PLPA) Angkatan 1976-1977. Saya kira PLPA ini berpengaruh kuat terhadap Pak Alfani dan Pak Mal An. Pak Alfani, yang juga alumni Syariah seperti Pak Mal An, kemudian tertarik pada kajian antropologis, dan memfokuskan kajiannya pada Islam dalam budaya Banjar. Disertasinya tentang Islam dan budaya Banjar tersebut merupakan karya yang menjadi rujukan utama dalam kajian Banjar hingga saat ini. Sementara itu, Pak Mal An tampaknya lebih tertarik pada kajian sejarah Islam, khususnya yang terkait dengan Palembang, kampung halamannya. Karena itu, seperti yang ditulisnya dalam pengantar buku tentang Abdus-Shamad, kajiannya tentang biografi Abdus-Shamad al-Palimbani dimulai pada 1980 dan diterbitkan, meski hanya empat halaman, di jurnal Dialog milik Litbang. Begitu pula, bukunya tentang sejarah Islamisasi Palembang tiada lain daripada kelanjutan minatnya pada kajian sejarah Islam tersebut. Demikianlah, entah kebetulan atau bukan, Pak Alfani dan Pak Mal An, akhirnya memiliki perhatian pada kajian Islam lokal dengan pendekatan antropologis dan historis, bukan normatif.
Selain Pak Alfani Daud, Pak Mal An juga berteman baik dengan cendekiawan Banjar yang sempat menjadi Menteri Sekretaris Negara era Presiden Abdurrahman Wahid, yaitu Djohan Effendi. Dalam salah satu pesan WhatsApp kepada saya, Pak Mal An menulis: “Satu hal ingin saya ceritakan lagi. Saya bersahabat baik dengan (alm.) Djohan Effendi. Beliau kakak kelas saya beberapa tahun ketika kuliah di Fakultas Syariah IAIN Yogyakarta. Tapi kami munaqasyah (yakni ujian skripsi, pen.) pada hari yang sama. Setelah beliau bekerja di Jakarta, persahabatan kami berlanjut, terutama dalam bidang pengkajian.” Mungkin karena itulah, sebagaimana Pak Djohan, Pak Mal An juga memiliki perhatian yang besar terhadap masalah kerukunan umat beragama, dan di akhir hayatnya, memimpin Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumatera Selatan. Kedekatan Pak Mal An dengan Pak Djohan membuat saya merasa semakin dekat dengannya, karena Pak Djohan juga cukup dekat dengan saya. Saat sakit sebelum meninggal di Australia, Pak Djohan pernah mengirim email khusus kepada saya.
Pada tahun 2015, saya mendapat titipan buku dari Pak Mal An. Buku itu berjudul Syaikh Abdus-Samad al-Palimbani: Biografi dan Warisan Keilmuan (Yogyakarta: LKiS, 2015). Buku ini tampaknya merupakan pengembangan lebih rinci dari makalah yang disampaikannya pada AICIS ke-13 di Mataram itu. Di halaman depan buku ini, ada tulisan tangan Pak Mal An yang menyentuh hati: “Untuk sahabatku Pak Mujiburrahman” bertanggal 2/9/2015. Siapa pula yang tidak gembira menerima kiriman buku bagus dari penulisnya langsung dan diiringi kata-kata seperti itu? Saya pun membaca pengantarnya. Ternyata buku ini merupakan hasil penelitian yang cukup lama, yang dimulai pada 1980, dan terus dilanjutkan dengan berburu informasi dan dokumen di Indonesia, Malaysia dan Thailand, berdiskusi dengan para akademisi di berbagai seminar dan meminta saran para ahli, termasuk kepada guru saya, Prof. Martin van Bruinessen.
Saya kembali bertemu dengan Pak Mal An pada 12 November 2021, kali ini di Kota Palembang. Beliau menemui saya di lobi Hotel Windham, dan memberi saya bukunya tentang Abdus Shamad al-Palimbani yang dicetak ulang. Sebagai dokumentasi, saya menulis di laman akun facebook saya:
Alhamdulillah, mumpung berada di Palembang, tadi sore saya bisa bertemu dengan tokoh ulama-cendekiawan daerah ini, Pak Mal An Abdullah. Beliau adalah seorang akademisi yang berdedikasi, tak mengenal kata pensiun. Di usianya yang sudah 74 tahun, beliau tetap rajin meneliti dan menulis. Salah satu karyanya yang monumental dan mendapat pujian dari para sarjana adalah tentang biografi Abdus Shamad al-Palimbani, ulama Nusantara abad ke-18 yang prolifik itu. Buku ini diterbitkan ulang oleh Elex Media Komputindo/Gramedia pada 2018 lalu. Saya beruntung dihadiahi beliau versi awal terbitan LKiS tahun 2015, dan tadi sore versi baru yang lebih lengkap.
Saya berharap kerjasama keilmuan Palembang-Banjarmasin kembali dibangkitkan sebagaimana persahabatan Abdus Shamad al-Palimbani dan Arsyad al-Banjari di abad ke-18. Sampai hari ini, kitab-kitab al-Palimbani masih dikaji di masyarakat Banjar sebagaimana Kitab Parukunan masih dipelajari di Palembang. Kita tentu berharap dapat menjaga tradisi lama yang baik, sambil mengambil dan menciptakan yang baru yang lebih baik.
Pertemuan tatap muka berikutnya terjadi pada 1 Juli 2022, juga di Palembang. Dengan bantuan Prof. Dr. Muhammad Adil, MA yang kala itu menjabat sebagai Wakil Rektor I UIN Raden Fatah (sekarang beliau sudah menjadi rektor), saya bersilaturrahmi dengan tokoh-tokoh Palembang, salah satunya dengan Pak Mal An. Peristiwa ini saya catat di laman akun facebook saya sebagai berikut:
Sudah lama saya ingin bertemu dengan para akademisi dan tokoh-tokoh Islam di Palembang. Alhamdulillah, Jumat lalu, 1 Juli 2022, keinginan itu akhirnya terwujud. Saya memanfaatkan waktu yang luang sebelum rapat evaluasi UMPTKIN dilaksanakan malam harinya. Niat saya sederhana, yaitu bincang-bincang informal tentang khazanah Islam lokal yang mempertemukan Banjar dan Palembang.
Sore itu, saat tiba di Pascasarjana UIN Raden Fatah, saya terkejut dan terharu. Ternyata mereka menyiapkan forum diskusi dengan tema penuh hikmah: “Persaudaraan Sejati Abdus Shamad al-Palimbani dan Muhammad Arsyad al-Banjari.” Hadir dalam pertemuan itu tokoh senior dan ulama Palembang, Mal’an Abdullah. Ada pula Sultan Raden Fauwaz Diraja. Tentu saja hadir para petinggi kampus seperti Wakil Rektor Bidang Akademik dan Lembaga, Muhammad Adil, Direktur Pascasarjana, Duski Ibrahim, Kaprodi S3 Peradaban Islam Melayu, Muhammad Noupal, para dosen dan mahasiswa.
Diskusi sangat akrab, diselingi humor-humor segar, khas budaya Palembang yang terbuka dan direct. Saya menceritakan bagaimana kitab Hidâyatus Sâlikin dan Sairus Sâlikin terus dikaji di masyarakat Banjar, sedangkan kawan-kawan Palembang bercerita tentang Kitab Parukunan Banjar yang masih dipakai di sana. Pak Mal’an juga memaparkan tentang hubungan akrab antara dua tokoh itu, di mana al-Palimbani lebih muda dari, dan mungkin sempat belajar dengan, al-Banjari. Keduanya juga seperguruan saat belajar di Haramain. Saya sedikit menyinggung soal sikap al-Palimbani yang memadukan tasawuf al-Ghazali dan Ibnu Arabi dalam teorinya tentang tiga tingkatan kitab-kitab tasawuf. Tasawuf Muhammad Nafis al-Banjari juga disinggung, dan ternyata di Palembang juga dipelajari. Yang menarik, dua tokoh ini seolah berbagi tugas: Arsyad al-Banjari lebih ke fiqh, sedang Abdus Shamad al-Palimbani ke tasawuf.
Usai diskusi, saya diajak melihat beberapa manuskrip yang disimpan di ruang khusus. Ada manuskrip kitab Sabîlul Muhtadîn karya al-Banjari. Ada pula manuskrip kitab Ihyâ’ karya al-Ghazali yang ditulis oleh Abdus Shamad al-Palimbani sendiri. Katanya, masih banyak lagi manuskrip yang belum diketahui publik.
Kami sepakat untuk membangun kembali persahabatan intelektual dua tokoh masa lalu itu, melalui kolaborasi riset, pertemuan ilmiah dan publikasi antara UIN Antasari dan UIN Raden Fatah. Semoga cita-cita ini segera terwujud.

Akhirnya, pada 11 Desember 2024 lalu, melalui komunikasi dengan Prof. Dr. Muhammad Adil, MA lagi, saya kembali mengunjungi Pascasarjana UIN Raden Fatah untuk seminar tentang integrasi ilmu. Saya ingin sekali berjumpa dengan Pak Mal An. Saya mencoba menghubunginya, tetapi tidak berhasil terhubung. Akhirnya saya menghubungi puteri beliau, Amalia Hasanah. Saya katakan bahwa saya menitip buku karya saya terbaru berjudul Tasawuf: Merintis Kajian Interdisiplin, terbit 2023, untuk Pak Mal An. Saya titipkan buku itu di resepsionis Hotel Aston. Terus terang, waktu itu saya menduga beliau sakit. Ternyata tidak. Beliau sangat sibuk. Pada hari saya pulang dari Palembang, yakni 12 Desember 2024, beliau menulis pesan: “Terima kasih banyak (atas titipan bukunya, pen.). Maaf sekali, saya kemarin sore/malam ada kegiatan terkait FKUB. Termasuk bersama Pak Gubernur.” Ternyata, inilah komunikasi saya yang terakhir dengan beliau.
Tak syak lagi, Pak Mal An telah menjalani aktivitas hidup yang penuh makna, baik sebagai kepala keluarga, ulama-cendekiawan, hingga pemimpin. Pada 4 April 2024, dia mengirim pesan ke saya bahwa pada Idul Fitri tahun itu, dia tidak ada di Palembang karena melaksanakan umrah bersama isterinya. Bagi saya, pesan ini menunjukkan hubungan suami-isteri yang tetap intim sampai di hari tua. Di kampus IAIN Raden Fatah, dia pernah menjabat sebagai wakil dekan, dekan, dan kepala pusat penelitian. Di luar kampus, selain di Kanwil Kementerian Agama dan FKUB provinsi, dia pernah menjadi Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU), Ketua Majelis Ulama provinsi, Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia, Pembina Yayasan Masjid Agung Palembang, dan Pembina Yayasan Islam Siti Kodijah Palembang. Dengan sederet peran publik itu, Pak Mal An tentu sangat sibuk melayani masyarakat hingga hari tuanya, yang dijalaninya dengan penuh gairah dan gembira.
*****
Kaum Sufi mengatakan, ruh-ruh manusia itu memiliki kelompoknya sendiri. Jika mereka bertemu, mereka akan mudah merasa akrab. Itulah yang saya rasakan saat berjumpa dengan Pak Mal An. Meskipun usia saya jauh di bawah beliau, dan interaksi saya dengannya sangat terbatas, saya dapat merasakan kesamaan frekuensi dengannya. Anak muda sekarang menyebutnya, ada chemistry di antara kami. Karena itu, tak heran jika saya turut merasa kehilangan tokoh ini. Semoga beliau mendapatkan rahmat yang berlimpah di sisi-Nya, dan kita dapat meneladani kebaikan-kebaikan beliau, baik sebagai pemimpin ataupun ulama-cendekiawan yang berdedikasi.
Banjarmasin, 19 Juni 2025