
Workshop Kurikulum S-3 Studi Islam Bahas Penguatan Kajian Transdisipliner Berbasis OBE
BANJARMASIN — Program Doktor Studi Islam Pascasarjana Universitas Islam Negeri Antasari, menggelar Workshop Kurikulum S-3 Studi Islam di Aula Zafry Zamzam, Lantai 3, Kampus 1 Banjarmasin, Senin (6/10/2025). Kegiatan ilmiah ini menghadirkan Prof. H. Masdar Hilmy, M.A., Ph.D., Guru Besar dan Direktur Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya sebagai narasumber, dengan Dr. Muhammad Iqbal, M.A. sebagai moderator.
Pihak panitia menegaskan, workshop ini menjadi ajang penting dalam proses penguatan arah akademik Program Doktor Studi Islam UIN Antasari yang baru berdiri. Melalui forum ini, para dosen, pengelola program, dan mahasiswa, diajak berdiskusi secara mendalam mengenai arah pengembangan kurikulum berbasis Outcome Based Education (OBE) yang relevan dengan tantangan zaman, serta berpijak pada kekayaan lokal Kalimantan Selatan.
Acara dibuka secara resmi oleh Rektor Prof. Dr. H. Mujiburrahman, M.A., yang dalam sambutannya menuturkan perjalanan panjang berdirinya program studi ini. Menurut Rektor, kehadiran program ini merupakan wujud nyata komitmen UIN Antasari dalam memperkuat riset keislaman yang kontekstual dan berdampak bagi masyarakat.
“Program S-3 Studi Islam hadir untuk menjawab kebutuhan akan kajian Islam yang tidak hanya normatif, tetapi juga adaptif terhadap perubahan sosial, budaya, dan teknologi,” ujarnya.
Prof. Mujib menambahkan, pengembangan kurikulum di tingkat doktoral harus mampu menghasilkan lulusan yang berpikir kritis, kreatif, dan memiliki kontribusi nyata dalam penyelesaian persoalan kemasyarakatan.
Kegiatan ini dihadiri oleh para Wakil Rektor, Direktur dan Wakil Direktur Pascasarjana, para ahli kurikulum di UIN Antasari, dosen-dosen Program Doktor Studi Islam dari UIN Antasari, juga para undangan dari Universitas Lambung Mangkurat dan Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Falah, serta para mahasiswa pascasarjana. Kehadiran lintas lembaga ini menunjukkan semangat kolaboratif antarperguruan tinggi, dalam memperkuat mutu akademik dan arah riset keislaman di Kalsel.

Dalam pemaparannya, Prof. Masdar menekankan, tantangan terbesar pendidikan tinggi Islam saat ini adalah bagaimana menggeser paradigma dari kajian yang bersifat mono atau interdisipliner, menuju pendekatan transdisipliner.
Dirinya menjelaskan, pendekatan transdisipliner bukan hanya menggabungkan berbagai disiplin ilmu, melainkan juga melampauinya dengan melibatkan kerja sama antara akademisi dari berbagai bidang seperti sains, teknologi, kedokteran, dan ilmu sosial, untuk membaca persoalan keislaman secara lebih komprehensif.
“Program doktor tidak bisa lagi hanya berfokus pada integrasi ilmu keislaman dengan sosial-humaniora. Sudah saatnya kita memasuki wilayah baru, di mana studi Islam dapat berdialog dengan ilmu sains, teknologi, dan kesehatan,” ungkapnya.
Menurut Prof. Masdar, inilah arah baru kajian Islam di perguruan tinggi keagamaan yang telah bertransformasi menjadi universitas Islam negeri.
Lebih lanjut, dirinya memaparkan gagasan penting mengenai kurikulum berbasis OBE. Menurutnya, OBE menekankan hasil pembelajaran yang nyata, terukur, dan berdampak. Kurikulum tidak lagi berorientasi pada penyelesaian konten semata, melainkan diarahkan pada capaian pembelajaran yang dapat dilihat dalam bentuk produk ilmiah, inovasi sosial, dan publikasi yang berkontribusi pada masyarakat.
“OBE bukan sekadar mengubah struktur kurikulum, tetapi mengubah cara berpikir kita tentang tujuan pendidikan. Di tingkat doktoral, mahasiswa harus mampu menciptakan pengetahuan baru, bukan hanya mengulang teori lama. Mereka harus bisa menjawab tantangan riil di masyarakat melalui pendekatan ilmiah yang kritis dan kontekstual,” tegas Prof. Masdar.
Dirinya juga menyoroti pentingnya hilirisasi hasil riset agar tidak berhenti di ruang akademik. Menurut Prof. Masdar, kajian Islam harus menjadi ilmu yang hidup di tengah masyarakat (living Islam), tidak hanya terfokus pada naskah klasik, tetapi mampu merefleksikan nilai-nilai Islam dalam realitas sosial.
“Studi Islam tidak boleh berhenti di teks. Ia harus turun ke masyarakat, menjadi solusi atas berbagai persoalan sosial dan lingkungan. Inilah esensi dari hilirisasi ilmu,” tambahnya.
Paparan tersebut disambut antusias oleh para peserta. Diskusi berkembang menarik ketika beberapa dosen dan mahasiswa mengajukan pertanyaan seputar strategi implementasi kurikulum transdisipliner di tingkat doktoral, keterlibatan promotor lintas fakultas, serta strategi publikasi ilmiah di jurnal bereputasi internasional.
Para peserta menilai, model yang ditawarkan Prof. Masdar menjadi inspirasi bagi UIN Antasari dalam membangun kurikulum yang unggul dan berkarakter lokal, sekaligus memiliki daya saing global.
Moderator Dr. Muhammad Iqbal menambahkan, workshop ini merupakan bagian dari proses akademik berkelanjutan untuk memperkuat kurikulum S-3 Studi Islam. Menurutnya, diskursus yang berkembang dalam kegiatan ini menegaskan posisi UIN Antasari, sebagai salah satu pelopor kajian Islam berbasis kearifan lokal di Kalimantan.
“Kita tidak ingin program doktor ini hanya menjadi pelengkap struktural, tetapi bisa menjadi pusat produksi pengetahuan yang orisinal dan berdampak,” ujarnya.
Kegiatan berlangsung dalam suasana ilmiah dan interaktif. Para peserta terlibat aktif memberikan gagasan dan refleksi mengenai arah penelitian doktoral, nilai kebaruan (novelty), serta relevansi teori global terhadap konteks lokal masyarakat Banjar.
Workshop ini sekaligus memperkuat visi akademik UIN Antasari, yaitu “Menjadi program doktor yang berfokus pada pengembangan studi Islam berbasis kearifan lokal dengan perspektif global, melalui pendekatan lintas bidang keilmuan yang kreatif dan adaptif terhadap perkembangan zaman.”
Melalui kegiatan ini, panitia berharap, kurikulum S-3 Studi Islam UIN Antasari tidak hanya menghasilkan lulusan yang unggul secara akademik, tetapi juga berkarakter, inovatif, dan memiliki komitmen pada kemaslahatan umat serta pelestarian nilai-nilai lokal.
Workshop ini menjadi langkah awal penting dalam merancang masa depan pendidikan doktoral yang berorientasi pada transdisciplinary Islamic studies dan relevan dengan kebutuhan masyarakat Kalimantan serta dunia akademik global.
Dengan semangat kolaboratif dan visi keilmuan yang terbuka, UIN Antasari menegaskan posisinya sebagai universitas Islam yang tidak hanya menjaga tradisi keilmuan klasik, tetapi juga terus berinovasi dan bertransformasi menghadapi dinamika zaman.
Pihak panitia menegaskan, workshop kurikulum ini bukan sekadar forum akademik, tetapi juga menjadi tonggak komitmen bersama untuk melahirkan generasi doktor Islam yang berakar kuat pada lokalitas, berpikiran global, dan berdampak bagi peradaban.
Kontributor: Mursalin, M.Pd.
Penyunting dan Fotografer: Pusat Humas dan Keterbukaan Informasi