
Program Ekonomi Pariwisata dan Lingkungan KKN Kolaboratif, Tinggalkan Jejak Manis bagi Warga Saporkren Raja Ampat
RAJA AMPAT – Perjalanan panjang selama lima hari mengarungi lautan, menjadi pembuka pengalaman luar biasa bagi Kesya Fitriah Azizah, mahasiswi Program Studi Tadris Bahasa Inggris Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin, dalam melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Kolaboratif di Kampung Saporkren, Distrik Waigeo Selatan, Kabupaten Raja Ampat.
Bersama tim relawan Yayasan Jejak Langkah Nusantara (Jalantara), ia bertolak dari Kalimantan menuju Provinsi Papua Barat Daya, melewati deretan pulau tropis, gulungan ombak, dan langit yang seolah tak berujung.
Setiba di tempat tujuan, sambutan hangat warga, diakui kesya telah menghapus penat perjalanan. Selama dua minggu (9–26 Juli 2025), ia bergabung aktif di Divisi Ekonomi Pariwisata dan Lingkungan (Ekoparling), mengusung sembilan program unggulan yang dirancang sejak sebulan sebelumnya, melalui serangkaian pertemuan daring bersama fasilitator lokal dan perangkat desa. Program ini bertujuan mengangkat potensi wisata Saporkren sekaligus membangun kesadaran lingkungan yang berkelanjutan.
Adapun sembilan program unggulan Divisi Ekoparling adalah:
1. Mantul (Maggot untuk Lingkungan Lestari)
Edukasi dan praktik budi daya maggot Black Soldier Fly sebagai solusi pengolahan sampah organik rumah tangga. Warga mempelajari cara membuat media budi daya sederhana, memilah sampah organik dan non-organik, serta memahami manfaat maggot bagi lingkungan dan potensi usaha mikro.

2. Sapa Saporkren: Digital Tourism Campaign
Pelatihan pembuatan konten promosi wisata berbasis media sosial, e-magazine, dan brosur dwibahasa. Pemuda dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah dilatih memotret, membuat video, dan mengelola akun Instagram/TikTok resmi kampung untuk memperluas jangkauan promosi.

3. Saktika (Saporkren Kreatif Berkarya)
Edukasi pengelolaan sampah plastik menjadi kerajinan bernilai melalui lokakarya pembuatan gantungan kunci berbahan alam, dan kompetisi membuat bunga hias dari plastik bekas.

4. Tanam Jejak
Pelatihan sistem hidroponik sederhana untuk mendukung kemandirian pangan keluarga. Warga belajar merakit instalasi, menanam bibit, dan merawat tanaman.

5. Tapak Pesisir
Aksi bersih pantai dan clean up kampung yang melibatkan seluruh relawan dan warga. Mereka dibagi menjadi beberapa tim dan menyebar di seluruh titik kampung demi menciptakan lingkungan yang bersih, sehat, dan nyaman.
6. Plang Edukasi Sampah
Pemasangan papan informasi di titik strategis kampung untuk mengedukasi warga dan wisatawan tentang pengelolaan sampah yang benar, sekaligus menjaga estetika dan kebersihan lingkungan.

7. Tata Saporkren
Revitalisasi papan informasi, peta, dan plang petunjuk kampung yang sudah kusam menjadi lebih rapi, jelas, dan menarik, guna mempermudah pengunjung dan mempercantik citra desa wisata.

8. Program Zero Waste
Edukasi pengurangan penggunaan kantong plastik dengan memberikan tote bag hasil ecoprint karya anak-anak, menumbuhkan rasa bangga dan kepemilikan terhadap barang yang ramah lingkungan.

9. Jelajah Saporkren
Pembuatan peta homestay dan titik-titik penting kampung sebagai produk akhir dari program tersebut. Tim mengumpulkan informasi langsung dari warga satu per satu, memastikan data yang akurat, yang kini dapat menjadi panduan resmi bagi pengunjung Saporkren.

Kesya menegaskan, seluruh program berjalan sesuai rencana, melibatkan masyarakat dari anak-anak hingga orang dewasa. Banyak dari mereka kini mampu membuat konten promosi sendiri, mengelola sampah rumah tangga, hingga mempraktikkan hidroponik untuk kebutuhan sehari-hari.
“Program-program ini bukan hanya membantu wisata dan lingkungan, tapi juga membuat warga lebih percaya diri untuk mengelola potensi yang mereka punya,” ujar Meos Mungkun, pengelola salah satu homestay di Saporkren.
Bagi Kesya, perjalanan ini menjadi lebih dari sekadar pengabdian.
“Lima hari di laut, dua minggu di desa, dan puluhan interaksi berharga membuat saya percaya, bahwa meninggalkan jejak baik di suatu tempat akan selalu menemukan jalannya kembali, meski kita sudah jauh,” ungkapnya.
Kini, meskipun para relawan telah kembali ke daerah masing-masing, Saporkren tetap melanjutkan langkah yang telah dibangun. Papan-papan informasi masih berdiri tegak, akun media sosial kampung terus aktif, dan anak-anak tetap bangga memakai tote bag ecoprint mereka.
“Jejak itu tetap hidup di alam, di kampung, dan di hati warga,” pungkas Kesya.
Penulis: Kesya
Fotografer: Tim Jalantara