
Modernisasi Pesantren Salafiah Jadi Sorotan Prof. Hilmi Mizani Saat Pengukuhan Guru Besar
BANJARBARU — Di tengah sorotan kamera dan barisan toga yang berkarisma di bawah cahaya gedung serbaguna Kampus 2, Prof. Dr. H. Hilmi Mizani, M.Ag. sempat menunduk sejenak sebelum berpidato.
“Alhamdulillah tiada terhingga saya panjatkan ke hadirat Allah Swt.,” ujarnya membuka orasi ilmiah, Senin (4/11/2025).
Kalimat pembuka yang sederhana, namun sarat rasa syukur seorang pendidik yang akhirnya mencapai puncak karier akademik, yakni guru besar.
Dalam orasi ilmiahnya berjudul “Modernisasi Manajemen Pembelajaran pada Pondok Pesantren Salafiah di Indonesia”, Prof. Hilmi menyoroti tantangan besar pesantren tradisional dalam menghadapi arus modernisasi. Ia menyebut, lebih dari separuh pesantren di Indonesia masih berstatus salafiah dengan sistem pembelajaran klasik.
“Sebanyak 58% dari 42.391 pondok pesantren di Indonesia masih mempertahankan sistem salafiah yang tradisional,” ujarnya di hadapan sidang senat terbuka Universitas Islam Negeri Antasari.
Menurutnya, sistem tersebut perlu diperbarui tanpa meninggalkan jati diri pesantren. Modernisasi, kata Prof. Hilmi, bukan berarti meninggalkan kitab kuning, tetapi mengintegrasikan ilmu pengetahuan umum dan teknologi ke dalam sistem pembelajaran.
“Santri harus diberi kesempatan menjadi ahli di bidang-bidang lain seperti sains, ekonomi, pertanian, hingga teknologi. Namun tetap berkarakter islami sebagaimana ciri khas pesantren salafiah,” tegasnya.
Prof. Hilmi juga menekankan pentingnya perubahan dalam metode mengajar. Jika selama ini pembelajaran berpusat pada guru, ia mengajak agar pesantren mulai menerapkan pendekatan student-centered learning.
“Ustaz dan ustazah sebaiknya menyusun perencanaan pembelajaran yang terarah, dan memilih strategi yang melibatkan siswa secara aktif,” katanya.
Selain itu, penggunaan teknologi informasi juga menjadi perhatian. Menurut Prof. Hilmi, pemanfaatan media digital dalam proses belajar dapat meningkatkan kreativitas dan kemandirian santri.
“Hasil penelitian menunjukkan, teknologi informasi mampu meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan,” jelasnya.
Acara pengukuhan tersebut menjadi momen istimewa bagi keluarga dan kolega Prof. Hilmi. Dalam sambutannya, ia tak lupa mengucapkan terima kasih kepada istri tercinta, Dra. Hj. Nurul Ilmiah, dan anak-anaknya yang selalu mendukung perjalanan akademiknya.
“Terima kasih kepada istri dan anak-anakku, Nur Annisa, Rizki Amalia, dan Ilham Ramadhan. Tanpa mereka, saya tak akan berdiri di sini hari ini,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Mengakhiri orasinya, Prof. Hilmi mengingatkan bahwa perubahan di pesantren tak bisa terjadi dalam semalam. Namun, ia yakin modernisasi adalah langkah yang tak terelakkan jika umat Islam ingin kembali menjadi pionir ilmu pengetahuan sebagaimana masa kejayaan Islam dahulu.
“Setiap perubahan memang akan mendapat penolakan, tetapi tanpa perubahan, kita akan tertinggal dari zaman,” tutupnya.
Sidang senat terbuka ini juga mengukuhkan delapan guru besar lainnya. Acara dipimpin langsung oleh Ketua Senat Al-Jami’ah UIN Antasari Prof. Dr. H. A. Hafiz Anshari AZ, M.A. Sedangkan pengukuhan dilakukan langsung oleh Rektor Prof. Dr. H. Mujiburrahman, M.A.
(Fur/Ana)



