
Komisi VIII DPR RI-UIN Antasari Gelar Seminar Literasi Digital Dakwah di Banjarmasin
BANJARMASIN – Universitas Islam Negeri Antasari melalui Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, menggelar seminar bertema “Peningkatan Literasi Digital dalam Mendukung Dakwah Islam di Era Modern”, Senin (6/10/2025). Acara ini merupakan Program Peningkatan Mutu Pendidikan Islam yang terselenggara atas kerja sama dengan Direktorat Pesantren Kementerian Agama RI dan Komisi VIII DPR RI.
Kegiatan yang disingkat “Ngobrol Pendidikan Islam” atau NGOPI ini, berlangsung di Hotel Tree Park. Anggota Komisi VIII H. Sandi Fitrian Noor, S.T., M.M., hadir sebagai Keynote Speaker sekaligus secara resmi membuka acara.
Peran Komisi VIII DPR RI dan Harapan Keberlanjutan
Dalam sambutannya, Ketua Pelaksana Dr. Hj. Suraijiah, M.Ag., menyampaikan terima kasih kepada Komisi VIII yang telah berkolaborasi dalam kegiatan yang berfokus pada divisi pesantren ini. Dirinya menekankan pentingnya seminar ini, mengingat kecintaan dan kebutuhan masyarakat terhadap teknologi digital.
“Mudah-mudahan melalui seminar ini, pengetahuan yang didapat bisa dilanjutkan kepada santri-santri kita, yang nantinya mereka itu akan mampu berkiprah di tengah masyarakat, dan memberikan informasi yang bisa dipertanggungjawabkan,” tuturnya. Dr. Suraijiah juga berharap kegiatan ini bisa berkelanjutan di masa yang akan datang.

Sementara itu, H. Sandi menyatakan, bahwa pihaknya sangat mendukung kegiatan ini demi kemajuan pendidikan Islam di tanah air, khususnya di wilayah Kalimantan Selatan.
“Pada sosialisasi hari ini, minimal bapak dan ibu dapat mengetahui, dan dapat meningkatkan kompetensi dalam literasi digital untuk mendukung dakwah Islam saat ini,” ujarnya.

H. Sandi juga berharap kegiatan ini dapat menginspirasi para peserta dalam menghadapi tantangan pendidikan Islam di era modern, serta mendukung target Kemenag dalam program peningkatan literasi digital.
Kunci Sukses Dakwah Digital dan Pilar Literasi Digital
Seminar ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Rizal Maulana, M.Pd. dan Faisal Rahman, M.Pd. Peserta terdiri dari ustaz/ustazah, santri, dewan guru madrasah, pondok pesantren, dan mahasiswa.
Rizal Maulana, Guru Bahasa Arab MAN 3 Kota Banjarmasin dan Pandu Digital memaparkan, bahwa medan dakwah saat ini telah berpindah dari masjid atau majelis taklim ke ranah digital, seperti ponsel dan media sosial. Menurutnya, manfaat digital bagi ustaz dan pesantren antara lain untuk:
- Memperluas Jangkauan: Dakwah tak lagi terbatas dinding masjid, bahkan bisa mencapai luar negeri.
- Membangun Citra Pesantren: Memperkenalkan kualitas pendidikan pesantren secara daring, misalnya melalui video aktivitas harian.
- Memperkuat Tabayun: Menjadi sumber rujukan informasi agama yang sahih dan terpercaya, sehingga umat tidak mudah termakan hoaks.
Rizal juga membagikan kunci sukses dakwah digital yang meliputi pemanfaatan konten video pendek (seperti Reels/TikTok) dengan konten singkat sesuai kebutuhan masyarakat, pembuatan Infografis/Poster Dakwah yang didukung audio relevan, dan penyediaan sarana Live Streaming/Podcast.
“Literasi digital bukan tentang menjadi ahli teknologi, tetapi tentang memanfaatkan alat zaman ini untuk menyampaikan pesan Allah dan Rasul-Nya dengan cara yang paling efektif, aman, dan beradab,” simpulnya.

Sementara itu, narasumber Faisal Rahman, M.Pd., Dosen Universitas Sari Mulia dan Pandu Digital, mengulas mengenai empat pilar utama literasi digital. Literasi digital didefinisikan sebagai kemampuan warganet pada pengetahuan, pengenalan, pemahaman, penguasaan, dan pemanfaatan teknologi, informasi, dan komunikasi melalui penguasaan digital skill, digital safety, NETIKED (Etika Digital), dan penguasaan budaya berinternet. Empat pilar tersebut adalah:
- Digital Skill (Kecakapan Digital).
- Digital Safety (Keamanan Digital).
- Digital Ethic (Etika Digital/Netiket).
- Digital Culture (Budaya Digital).
Faisal menegaskan bahwa pilar Etika Digital menjadi penting, karena menurutnya dalam ruang digital, masyarakat berinteraksi dengan berbagai perbedaan budaya, yang mendorong perlunya etika digital untuk segala aktivitas daring. Beberapa cara menjaga etika di ruang digital meliputi: menggunakan bahasa sopan, menghindari penyebaran informasi sensitif (termasuk SARA, pornografi, dan kekerasan), bijaksana dalam meneruskan informasi, menghargai hasil karya orang lain, dan meminimalisir penyebaran informasi pribadi.

Kegiatan seperti ini sudah digalakkan tiga belah pihak dalam berbagai kesempatan, dengan tema dan peserta yang berbeda, untuk peningkatan pendidikan Islam di Kalimantan Selatan.
(Fur/Ana)



