
Berbagi Wawasan tentang Multikulturalisme, Rektor UIN Antasari Tampil di Seminar Internasional ULM
BANJARMASIN – Rektor Universitas Islam Negeri Antasari Prof. Dr. H. Mujiburrahman, M.A. dikenal sebagai akademisi yang sangat sering diminta menjadi narasumber di berbagai seminar, baik di tingkat lokal maupun internasional. Kiprahnya sebagai pembicara tidak diragukan lagi.
Seperti halnya hari ini, Kamis (25/9), disela-sela kesibukan yang sangat padat dalam melaksanakan tugas sebagai pimpinan perguruan tinggi, dirinya masih menyempatkan waktu untuk menyampaikan materi pada Seminar Internasional 2025, gelaran Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat (ULM).

Seminar yang dihelat di Gedung Student Activity Center ini, mengangkat tema “Building Harmony of Multicultural Insight of Southeast Asian Society for Student.” Dalam kegiatan ini, Rektor menjadi satu-satunya narasumber yang hadir secara langsung. Sedangkan dua narasumber lainnya yaitu Dr. Nola Fibriyani Bte Salman dari Muhammadiyah Islamic College Singapura, dan Prof. Madya Dr. Samsudin Suhaili dari Universiti Sultan Idris Malaysia, memberikan materi secara daring.

Ketua Jurusan Pendidikan Sosiologi Dr. Dra. Hj. Rochgiyanti, M.Si., M.Pd. dalam laporannya menyampaikan, seminar internasional ini merupakan agenda rutin yang dilaksanakan pihaknya.
“Seminar internasional ini dilakukan secara blended, baik untuk narasumber maupun peserta,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Dekan FKIP Prof. Dr Sunarno Basuki, M.Kes., AIFO turut menyambut baik kegiatan ini.
“Terima kasih kepada bapak/ibu narasumber yang telah hadir yang akan memberikan pencerahan,” ucapnya.


Prof. Mujib yang menjadi pembicara pertama, memulai pemaparan dengan mengingat hubungan antara ULM dan UIN Antasari yang sangat dekat.
“Institut Agama Islam Negeri Antasari sebelum berdiri sendiri dan menjadi UIN, adalah fakultas di sini, namanya Fakultas Islamologi. Jadi, UIN Antasari adalah adik kandung dari ULM . Sekali lagi saya ucapkan terima kasih, saya senang sekali bisa bertemu teman-teman sekalian di sini,” ungkapnya.
Rektor melanjutkan dengan memaparkan tentang pentingnya saling menghargai dan mengakui keberagamaan yang ada.
“Multikulturalisme adalah pengakuan dan perlindungan terhadap identitas budaya yang berbeda-beda di dalam satu masyarakat. Karena itu, kita membiarkan identitas budaya itu tumbuh bersama-sama dengan yang berbeda-beda,” terangnya.
Adapun lawannya, adalah asimilasionisme, yaitu satu upaya untuk memadukan, menyatukan bahkan menyeragamkan yang berbeda-beda supaya dia utuh.
Pembicara yang juga seorang penceramah ini menegaskan, bahwa perbedaan merupakan kehendak Tuhan yang harus diterima dengan lapang dada.
“Karena kita ini berbeda sekaligus sama, sama sekaligus berbeda,” tegas Prof. Mujib.
Menurutnya, multikulturalisme dalam pengertian positif haruslah merupakan perpaduan antara yang sama dan yang berbeda.
Rektor kemudian mengilustrasikan multikulturalisme itu seperti gado-gado, yang terdiri dari lontong, bumbu, dan berbagai macam sayuran yang tetap menjadi dirinya sendiri, yang kemudian digabungkan menghadirkan satu cita rasa yang nikmat.
Seminar dilanjutkan dengan paparan materi dari Dr. Nola dan Prof. Madya Samsudin. Paparan yang sangat menarik dari tiga narasumber memantik pertanyaan-pertanyaan dari peserta. Namun mengingat keterbatasan waktu, kesempatan untuk bertanya hanya bisa diberikan kepada empat peserta.
(Jam/Fur/Ana)