
Anak Lebih Cepat Kenal Ponsel daripada Huruf Hijaiah: Prof. Basir Tawarkan Strategi Belajar Qur’an Era Digital
BANJARBARU – Di tengah khidmatnya ruang sidang, Prof. Dr. H. Abd. Basir, M.Ag. melontarkan sebuah kegelisahan yang menyentak. Kegelisahan itu bukan berasal dari ruang seminar, melainkan dari ruang-ruang keluarga di era modern.
“Kita sedang menghadapi zaman di mana anak-anak lebih cepat mengenal layar ponsel daripada huruf hijaiah,” ujarnya.
Panggilan hati sebagai seorang pendidik inilah yang menjadi latar belakang orasi ilmiahnya. Prof. Basir resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Strategi Pembelajaran Al-Qur’an, dalam Sidang Senat Terbuka UIN Antasari di Gedung Serbaguna Kampus 2, Banjarbaru, Selasa (4/11/2025).
Dalam pidatonya, ia menyoroti realitas di banyak sekolah yang kemampuan membaca Al-Qur’an siswanya masih jauh dari ideal. Menurutnya, akar masalahnya bukan pada kurangnya waktu, melainkan metode pengajaran yang kurang menarik, monoton, dan dianggap tidak sesuai dengan karakter belajar anak masa kini.
Enam Strategi Adaptif
Berdasarkan penelitiannya di berbagai sekolah Al-Qur’an dan sekolah umum, Prof. Basir menemukan enam strategi pembelajaran yang terbukti efektif. Kuncinya, menurut dia, adalah memadukan metode klasik dengan teknologi modern.
Strategi tersebut mencakup pengulangan terpadu (tikrar), pembelajaran kelompok (collaborative recitation), dan bermain peran (role-play Qur’ani).
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya integrasi teknologi.
“Sekolah menggunakan aplikasi Qur’an digital, video pembelajaran, dan audio tajwid untuk mendukung proses belajar,” jelasnya.
Penggunaan alat bantu visual seperti kartu warna tajwid juga terbukti mempercepat pemahaman siswa.
Hasilnya, ia mencatat, bukan sekadar peningkatan akurasi tajwid hingga 85%, melainkan yang paling penting, tumbuhnya rasa cinta dan semangat terhadap Al-Qur’an.
“Mengislamkan” Teknologi
Prof. Basir menegaskan, penelitian ini melahirkan sebuah paradigma pendidikan Qur’an integratif yang tidak lagi anti-teknologi.
Ia berpesan bahwa pendidik tidak bisa melarang teknologi, tetapi harus merangkulnya untuk tujuan yang lebih mulia.
“Kita hidup di era digital, di mana anak-anak lebih dekat dengan gawai daripada dengan mushaf,” ujarnya.
“Maka, tugas pendidik bukan melarang teknologi, tetapi mengislamkan penggunaannya agar menjadi sarana mendekatkan diri kepada Al-Qur’an,” pungkas Prof. Basir.
Dirinya dikukuhkan bersama delapan guru besar lainnya oleh Rektor Prof. Dr. H. Mujiburrahman, M.A.
(Fur/Ana)



