
Peran Sentral Kitab Kuning dan Akhlak Jadi Sorotan dalam Halaqah Pesantren di UIN Antasari
BANJARMASIN – Universitas Islam Negeri Antasari bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Pendis) Kementerian Agama Republik Indonesia, menggelar Halaqah Pesantren: Penguatan Kelembagaan Pendirian Direktorat Jenderal Pesantren. Acara yang berlangsung di Auditorium Mastur Jahri, Kampus 1, pada Jumat (14/11/2025) ini, mengusung tema “Penguatan Pesantren: Sinergi Pemerintah dan Pesantren”.
Dibuka resmi oleh Rektor Prof. Dr. Hj. Nida Mufidah, M.Pd., acara ini dihadiri para pimpinan atau perwakilan pondok pesantren dari berbagai daerah, sekira 200 peserta.
Acara ini menghadirkan dua narasumber utama: K.H. Muhammad Wildan Salman (Pimpinan Madrasah Darussalam Tahfidz dan Ilmu Al-Qur’an Martapura), serta Prof. Dr. H. Mujiburrahman, M.A (alumnus Pondok Pesantren Al-Falah Banjarbaru). Diskusi dipandu oleh moderator Ahmad Muhajir, Ph.D., Dosen Fakultas Syariah yang juga Koordinator Pusat Kajian Banjar dan Melayu UIN Antasari.
Pentingnya Kitab Kuning dan Otoritas Sanad
Narasumber pertama, K.H. Wildan menegaskan, mempelajari kitab kuning adalah inti dari eksistensi pesantren yang tidak dapat ditinggalkan. Menurutnya, pemahaman mendalam tentang agama Islam, termasuk fikih, mustahil dicapai tanpa kitab kuning.
“Jadi kitab kuning adalah dasar untuk mengetahui tentang agama Islam. Di mana diajarkan? Adalah di pesantren. Inilah peranan pesantren. Jadi kalau tidak ada pesantren, berarti tidak ada lagi yang mengajarkan kitab-kitab kuning,” ujar K.H. Wildan.
Dirinya pun sangat mendukung pembentukan Ditjen Pesantren, yang menurut K.H. Wildan seharusnya sudah ada sejak lama untuk menangani urusan pesantren secara khusus. Dirinya juga memberi masukan agar Ditjen baru ini nantinya ikut mengawal kurikulum di pesantren.
“Sebagai masukan dari saya, nanti kalau bisa dikontrol kitab-kitab yang dipelajari harus ada panduannya. Jadi jangan mereka itu mengajarkan kitab-kitab yang bukan dari ahlinya,” tegas ulama yang akrab disapa dengan Guru Wildan.
Pesantren sebagai Pembangun Karakter Bangsa
Sementara itu, Prof. Mujib dalam paparannya, menyoroti peran pesantren dari sisi pembangunan karakter. Dirinya menekankan bahwa ciri khas utama pesantren adalah kemampuan dalam membangun akhlak.
“Dan masalah bangsa, masalah dunia ini kan masalah akhlak sebenarnya,” ungkap Prof. Mujib.

Dirinya juga membahas tantangan zaman, saat kecintaan pada ilmu kini tergerus oleh era digital dan kecerdasan buatan (AI).
“Ini tantangan bagi orang pesantren,” jelas Prof. Mujib.
Dirinya menambahkan, bahwa UIN Antasari berkomitmen menjaga tradisi keilmuan Islam melalui Program Khusus Ulama (PKU), dan program Ma’had Al-Jami’ah yang wajib diikuti bagi semua mahasiswa baru untuk memperkuat dasar-dasar keagamaan.
Kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang berlangsung menarik, menunjukkan paparan narasumber yang mengundang banyak pertanyaan hadirin, sekaligus memberikan masukan untuk pengembangan pesantren.
Halaqah ini juga dihadiri oleh perwakilan Kemenag, yakni H. Aziz Syafiuddin, S.Sos., M.Si., Kepala Subdirektorat Pendidikan Al-Qur’an Direktorat Pendidikan Diniah dan Pondok Pesantren.
(Fur/Ana)




